Data Kemiskinan

Ade share Kompasiana
Konsep dan definisi kemiskinan sifatnya beragam, mulai dari ketidakmampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan untuk berusaha dan sampai pada pengertian luas yang memasukkan aspek sosial – moral. Kemiskinan dipandang sebagai suatu keadaan yang terkait sikap, budaya hidup dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Selain itu juga dianggap sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berasa di posisi yang lemah dan tereksploitasi. Inilah yang dinamakan kemiskinan struktural

Tetapi pada umumnya, ketika kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat  hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi yang terkait pula dengan daya beli.

Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan masalah abadi yang tak kunjung usai. Begitu pula pemetaan, sistem dan bagaimana pengentasannya pun masih abu-abu dan biasanya hanya sebatas wacana dan formalitas. Wacana pengentasan kemiskinan satu atap atau terpusat pun masih sebatas kajian.

Kemiskinan struktural bukan sesuatu yang incidental, oleh karena itu penyelesaian masalah kemiskinan di Indonesia pun hendaknya dilakukan secara terstruktur dan bersistem, tidak hanya dengan bantuan sosial yang sifatnya ‘kagetan’. Jauh lebih penting bagaimana merancang sistem perekonomian, kebijakan negara agar versi manapun yang dipakai, jangan sampai kesenjangan kaya dan miskin semakin lebar.

Selama ini biasanya pemerintah menggunakan data BPS sebagai rujukan berapa kuantitas kemiskinan. Data BPS ini berbeda dengan data kemiskinan dari Asian Development Bank dan World Bank, karena parameter dalam menentukan kemiskinan untuk masing-masing pihak yang mengadakan survey berbeda-beda.

Parameter kemiskinan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dianggap tidak masuk akal, terlalu rendah dan hendaknya perlu direvisi. Survey sosial ekonomi nasional BPS terakhir masih memakai dua parameter klasik yakni kebutuhan dan pendapatan rakyat. BPS menyebutkan jika warga tidak mampu memenuhi kebutuhan 2.100 kilokalori per hari, serta kebutuhan dasar minimal untuk non-makanan Rp 212.000 per bulan, maka masuk kategori miskin. Sehingga berdasarkan data BPS, jumlah orang miskin di Indonesia adalah 30,02 juta orang dengan sebaran di perkotaan 11,05 juta orang dan di pedesaan 18,97 juta orang.

Parameter kemiskinan yang digunakan oleh Asian Development Bank (ADB) adalah definisi bahwa miskin penghasilan di bawah 1,25 dollar AS per hari. Berdasarkan data ADB jumlah penduduk miskin di Indonesia, 2010 adalah 43,1 juta jiwa. Dikatakan ADB bahwa penyelesaian masalah kemiskinan di Indonesia lambat jika dibandingkan negara-negara lain di Asia. China dan Vietnam yang tadinya memiliki persentase penduduk miskin lebih besar berhasil menyalip Indonesia, dimana jumlah warga miskin disana turun drastis.  

Untuk World Bank parameter yang digunakan adalah standar internasional bahwa penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari U$2 atau kurang menggunakan metode Purchasing Powe Parity (PPP). Selain itu World Bank juga menetapkan klasifikasi penduduk sangat miskin (ekstremely poor) untuk pengeluaran per harinya di bawah US$1. Berdasarkan kriteria tersebut tentunya jumlah kemiskinan versi World Bank juga berbeda.

Berapapun datanya, masalah kemiskinan itu ada di depan mata dan memang harus di tuntaskan, bukan untuk diributkan datanya, karena data ini menjadi berbeda hanya karena versi survey dan parameternya berbeda. Terutama pemerintah jangan sibuk menunjukkan data bahwa kemiskinan berkurang akibat bantuan-bantuan sosial program pemerintah yang ga lepas dari kepentingan politis juga.

Kemiskinan harus diselesaikan secara struktural dan nyata, pure tanpa embel-embel atau maksud politis supaya jumlahnya tidak lagi fluktuatif. Misalnya melindungi pasar dalam negeri, menunjang UKM untuk memicu perluasan lapangan kerja, penerapan pajak progresif supaya kesenjangan antara miskin dan kaya tidak terlalu signifikan, pemerataan pembangunan, dan pendidikan yang bisa diakses semua kalangan, karena kunci paling penting untuk membuat masyarakat lepas dari jerat kemiskinan adalah mencerdaskan dulu kehidupan mereka untuk menuju masyarakat yang lebih sejahtera.