Berpikir positif atau pemikiran positif adalah satu kata yang mudah diucapkan, namun sulit untuk dipraktikkan. Saya memiliki contoh yang sangat berharga dalam hidup saya.
Suatu hari, teman saya mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah untuk dapat mengikuti program ISQ yang sangat terkenal itu. Ia pun memaksa saya untuk ikut, namun saya menolaknya. Oh, saya merasa sangat rugi tidak mengikuti program itu setelah melihat perubahan yang drastis dalam diri teman saya. Namun beberapa minggu dan bulan, kemudian saya merasa bersyukur tidak mengikuti program itu karena teman saya kembali lagi kepada sifat-sifat dia yang dahulu sebelum mengikuti program ISQ.
Saya berpikir, mungkin sesuatu yang instan akan menghasilkan yang instan pula. Hal ini saya simpulkan dari pengalaman bersentuhan dengan teman saya tersebut. Masa untuk bisa berpikir positif harus selalu mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah. Tidakkah akal yang kita terima dari Tuhan itu kita bimbing dan arahkan sendiri ke arah positif dari proses pengalaman.
Tentu, kegiatan-kegiatan seperti ISQ dapat memberikan dorongan kepada pesertanya untuk membangun pemikiran yang positif. Namun tidak dapat disangkal pula bahwa pemikiran positif dorongan yang paling besarnya akan muncul pada diri kita sendiri.
Kita adalah individu yang akan mengendalikan diri dan mempertanggung jawabkannya. Jika kita tidak sadar bahwa kita adalah sang pemilik diri, maka impuls untuk membangun pemikiran yang positif tentu harus selalu datang dari luar diri kita.
Budi Daya
Proses pemikiran positif yang timbul dalam kehidupan sehari-hari adalah kegiatan budi daya manusia. Kita sering kali memaknai budi daya ini sebagai kegiatan membangun dan mengembangkan sesuatu. Misalnya, ada orang yang melakukan budi daya ikan, budi daya tanaman langka, atau budi daya lingkungan hijau.
Proses budi daya ini sebenarnya muncul dari pemikiran-pemikiran positif manusia. Mereka memiliki dorongan baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari lingkungannya. Dorongan itu kemudian menggerakkan mereka menjadi individu yang positif dengan segudang kepercayaan diri. Mereka meyakini bahwa apa yang mereka lakukan akan membawa manfaat di kemudian hari.
Budi daya juga sering kali hanya melulu menjadi alat manusia. Karena ingin mendapatkan keuntungan yang besar, eksploitasi kemudian diubah kosakatanya menjadi budi daya. Dalam kegiatan ini, akal manusia sudah berubah fungsi hanya sekadar alat pemuasan. Budi daya oleh karena itu bisa timbul dari dorongan positif, bisa pula timbul dari dorongan nafsu menginginkan sesuatu.
Tengoklah budi daya yang dikembangkan oleh pemerintah. Entah itu berkaitan dengan budaya, lingkungan, maupun pariwisata. Sering kali hasil dari kegiatan tersebut menguntungkan sebagian pihak dan merugikan yang lain. Karena alasan pariwisata, lingkungan menjadi tercemar akibat dari kurang lengkapnya sarana dan aparatur yang menjaganya.
Daya Budi
Sekarang, coba Anda balikan kata budi daya menjadi ‘daya budi’. Makna keduanya menjadi jauh berbeda. Yang satu berkaitan dengan kegiatan praktis, dan yang terakhir berkaitan dengan proses berpikir.
Banyak filsuf yang memberikan perhatian terhadap daya budi manusia. Sebut saja Immanuel Kant yang melakukan kritik dalam karyanya, Kritik atas Akal Budi. Menurut Kant, akal budi manusia memiliki keterbatasan dalam menyikapi realitas. Namun Kant tidak serta merta melemahkan fungsinya. Akal budi menurutnya akan mendapatkan ‘peningkatan’ dari berbagai proses yang dilalui. Misalnya, mulai dari proses pengindraan (pengalaman langsung), kemudian dilanjutkan melalui proses pembentukan pengetahuan (apriori).
Daya budi manusia memiliki kekuatan apriori, yaitu proses bekerjanya daya budi yang spekulatif. Tanpa melewati proses pengalaman, rasio manusia bisa membentuk suatu pengetahuan yang sebelumnya tidak dapat dipecahkan. Di sini, kategori-kategori yang ada dalam akal budi akan sangat berpengaruh.
Lain halnya dengan Hegel. Menurutnya, akal budi akan selalu berproses menuju budi yang lebih baik melalui kegiatan dialektika. Apa yang dimaksud dialektika dalam pandangan Hegel adalah dialektika ruh. Manusia merupakan wujud dari ruh yang absolut. Dengan proses dialektika tersebut, manusia akan kembali lagi pada eksistensi yang absolut.
Pemikiran positif dapat dibangun melalui proses dialektika tersebut. Kuncinya adalah refleksi. Kita mesti melakukan refleksi terhadap apa yang semuanya pernah kita alami. Refleksi inilah yang akan mendorong daya budi menjadi semakin kreatif, dan menjadikan manusia semakin berpikir positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar