Pola Pikir Sistematis

Contoh Pola Pikir Sistematis Tentang  Erosi Tanah
Oleh Tani Muda
Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non-fisik, dipikirkan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam batas lingkungan tertentu. Lima langkah yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bangunan pemikiran (mode) yang bersifat sistemik dalam hubungannya dengan erosi, yaitu:
i)    identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata;
ii)   identifikasi kejadian yang diinginkan; 

iii)  identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan;
iii)  identifikasi dinamika menutup kesenjangan;
iv)  analisis kebijakan.
 
Erosi adalah peristiwa pengikisan tanah oleh angin, air atau es. Erosi dapat terjadi karena sebab alami atau disebabkan oleh aktivitas manusia. Penyebab alami erosi antara lain adalah karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal. Erosi yang disebabkan oleh aktivitas manusia umumnya disebabkan oleh adanya penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan.

1.Identifikasi Proses Menghasilkan Kejadian Nyata
Identifikasi proses yaitu mengungkapkan pemikiran tentang proses nyata (actual transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). Proses nyata itu merujuk kepada objektivitas dan bukan proses yang dirasakan atau subyektivitas.
Faktor  utama dari proses terjadinya erosi tanah yang dipercepat adalah erosivitas. Bila semakin tinggi curah hujan, maka akan semakin tinggi pula tumbukan air hujan pada permukaan tanah, sehingga akan memperbesar terjadinya erosi percikan. Disamping itu, akan memperbesar pula aliran permukaan tanah (run off). Hal tersebut, menyebabkan  semakin besar potensi  akan terjadinya erosi yang dipercepat pada suatu wilayah.
Faktor kedua yaitu erodibilitas adalah kepekaan tanah terhadap erosi.
Faktor ketiga yaitu kemiringan dan panjang lereng. Erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada tanah datar, butiran hujan akan melemparkan tanah ke segala arah secara acak, pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah bawah dari pada ke atas (Suripin, 2002). Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam (Asdak, 2002). 
Faktor yang keempat yaitu faktor topografi pengaruh vegetasi berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman, perakaran, tinggi tanaman, tajuk, tingkat pertumbuhan dan musim. Vegetasi penutup tanah mempengaruhi erosi karena kemampuannya melindungi tanah dari terpaan butir-butir hujan.

Pengaruh penting vegetasi adalah melindungi tanah terhadap pukulan air hujan secara langsung dan mematahkan energi kinetiknya melalui intersepsi tajuk, pengurangan laju limpasan permukaan dan daya distribusinya. Pengaruh akar dalam peningkatan granulasi,  porositas dan efek transpirasi yang mengeringkan tanah (Utomo,1989).
Adanya vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput dan hutan yang lebat dapat mengurangi pengaruh topografi terhadap erosi. Tanaman yang menutup tanah secara rapat tidak saja memperlambat limpasan permukaan, tetapi juga menghambat pukulan air hujan (Arsyad, 2006). 

Selain melindungi tanah dan pukulan air hujan, vegetasi penutup tanah juga merupakan sumber bahan organik. Tanah yang banyak mengandung bahan organik mempunyai lapisan humus yang tebal serta memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyerap air. Bahan organik juga merangsang kegiatan mikroorganisme dalam menciptakan struktur tanah yang baik (Stallings, 1957). Faktor yang terakhir yaitu vegetasi.  Kegiatan-kegiatan manusia di muka bumi sering mengganggu keseimbangan antar regenerasi (pembentukan) tanah dan laju erosi tanah. Tentu saja terbuka kemungkinan  bagi manusia untuk melindungi tanah dari bahaya erosi, melalui kegiatan konservasi seperti penghijauan, terassering dan lain – lain (Asdak, 2002).

Kepekaan tanah oleh erosi dapat diubah oleh manusia menjadi lebih baik atau lebih buruk. Pembuatan teras-teras pada tanah yang berlereng curam merupakan pengaruh baik karena dapat mengurangi erosi, sebaliknya penggundulan hutan di daerah-daerah pegunungan merupakan pengaruh manusia yang jelek karena dapat menyebabkan terjadinya erosi dan banjir (Hardjowigeno, 2003).

2.Identifikasi Kejadian Diinginkan
Langkah kedua adalah memikirkan kejadian yang seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state). Oleh karena keharusan, keinginan, target dan rencana itu merujuk kepada waktu mendatang, disebut juga pandangan ke depan atau visi. salah satu hal yang perlu disadari oleh para perencana dan pengambil kebijakan adalah bahwa menghilangkan erosi pada lahan usaha tani sangatlah tidak mungkin, karena gangguan pada lahan pertanian sebagai pemicu erosi sulit dihindari. oleh karena itu perlu diupayakan suatu pengelolaan dimana nilai atau jumlah erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss) tetap dipertahankan. dengan demikian diharapkan tidak akan terjadi penurunan produktivitas tanah dan tanah tersebut dapat berproduksi secara lestari. Dalam menentukan jumlah tanah yang mungkin tererosi dari sebidang tanah di bawah suatu sistem pengelolaan tertentu, perlu ditetapkan berapa besarnya erosi dari tanah tersebut yang masih dapat diperkenangkan/diperbolehkan. Untuk memprediksi erosi tanah, soil conservation service USDA memperhitungkan lima faktor yang mempengaruhi erosi yaitu iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia, yang dikenal dengan rumus Universal Soil Loss Equation (Kartasapoetra,2000).

Besarnya erosi tanah maksimum yang dapat diperkenankan (Tolerable Soil Loss) perlu diketahui dengan maksud untuk mengetahui batasan tanah yang hilang sebagai jaminan produktifitas tanah yang optimal dan terciptanya pemanfaatan tanah yang lestari.
Nilai TSL setiap jenis tanah lebih kecil dibanding hasil perhitungan prediksi erosi sebagian besar unit lahan. Dengan demikian, diperlukan penggunaan dan pengelolaan lahan untuk dapat menekan laju erosi yang diperoleh hingga mencapai nilai yang lebih kecil atau sama dengan TSL pada setiap jenis tanah pada lokasi penelitian.
Sumber: Arsyad, (1989)

3. Identifikasi Kesenjangan antara Kenyataan dengan Keinginan
Langkah ketiga adalah memikirkan tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dengan seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harus dipecahkan. Pada sistem non-fisik keinginan perusahaan meningkatkarn nilai penjualan 10 kali lipat dalam 5 tahun sesuai dengan limit perkembangan permintaan pasar. Antara nilai penjualan nyata dengan yang diinginkan terdapat kesenjangan pelipatan 10 kali lipat yang harus dicapai atau diatasi. untuk mengatasi kesenjangan pada laju erosi, yang harus dilakukan Yaitu melalui prediksi erosi. Prediksi erosi tanah dilakukan melalui 2 (dua) tahapan, yaitu:
tahap analisis keseragaman lahan untuk memperoleh unit-unit lahan yang relatif seragam.  Hasil tahap pertama tersebut diperoleh 37 unit lahan. Kondisi pasca penambangan unit lahan bertambah menjadi 47 unit lahan, masing-masing yaitu pada areal konsesi penambangan sebanyak 16 unit lahan dan diluar areal konsesi penambangan sebanyak 31 unit lahan.
Tahap kedua adalah memprediksi laju erosi tanah masing-masing unit lahan dengan menggunakan parameter-parameter yang merupakan komponen metode USLE. Konstribusi erosi tanah pada lahan pra penambangan mencapai 564.993,06 ton/tahun, dan pada pasca penambangan mencapai 1.081.139,92 ton/tahun.

4. Identifikasi Mekanisme Menutup Kesenjangan
Langkah keempat adalah identifikasi mekanisme tentang dinamika variabel-variabel untuk mengisi kesenjangan antara kejadian nyata dengan kejadian yang diinginkan. Dinamika variabel yang dilakukan untuk mengisi kesenjangan yaitu :
Permodelan penggunaan lahan untuk menanggulangi erosi dilakukan dengan mengskenariokan lahan terhadap nilai CP. Skenario CP dieksperimenkan dengan berbagai penggunaan lahan yang secara berkelanjutan dapat memulihkan kerusakan lahan maupun pencegahan terhadap kerusakan lahan yang akan terjadi ke depan. Nilai Faktor CP adalah nilai kombinasi antara pengendalian erosi metode vegetatif dan mekanik. Asdak (2002) mengungkapkan teknik konservasi yang paling banyak dilakukan adalah kombinasi antara cara vegetatif dan cara mekanik. Usaha untuk memantapkan jurang yang disebabkan oleh erosi parit, misalnya diperlukan penanaman vegetasi. Untuk dapat tumbuh dengan baik, vegetasi tersebut memerlukan pra kondisi yaitu keadaan tanah yang stabil.
Model pengunaan lahan sebagai bentuk penanggulangan erosi dilakukan dengan pertimbangan (1) prioritas pada lahan usaha tani; (2) lebih banyak melibatkan masyarakat tani; (3) menerapkan tindakan pengelolaan yang wajar (appropriate), murah dan mudah untuk dilaksanakan. Penerapan penggunaan lahan juga disesuaikan dengan pertimbangan kemampuan lahan. Rahim (2000) menyatakan bahwa penggunaan lahan secara tepat guna dan berhasil guna hanya akan terjadi bila dilakukan berdasakan kemampuan alami yang dimiliki oleh lahan itu. Pertimbangan selanjutnya yaitu Tolerable Soil Loss (TSL) tertimbang. Skenario CP yang di eksperimenkan diusahakan menekan ancaman erosi yang terjadi pada areal tersebut.

5. Analisis Kebijakan
Langkah kelima adalah analisis kebijakan, yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual state). Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired state). Perencanaan model penggunaan lahan penanggulangan erosi perlu diadakan pemantauan secara periodik serta realisasi alternatif-alternatif yang mengarah pada perlindungan, konservasi dan penanggulangan penyebab erosi dan sedimentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjamada University Press, Yogyakarta.
Arsyad, S., 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Kartasapoetra, A.G., 2000. Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Rineka Cipta, Jakarta.
Stallings, Jr., 1857. Soil Conservation, Prentice Hall Inc, Englewood Cliff. New York.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air.  Andi, Yogyakarta.

Tidak ada komentar: